CARA MENDAFTAR

1 Kunjungi pmb.machung.ac.id.
2 Lengkapi Data.
3 Tunggu Email Konfirmasi

Hubungi Kami Di 0811 3610 414, atau kirimkan email ke: info@machung.ac.id. Terima Kasih!

Jadwal Buka ADMISI UMC

Senin-Jumat 8:00AM - 5:00PM

Dosen Ma Chung Mampu Deteksi Malaria dan Diabetes Retinopati dengan Artificial Intelligence

by Humas Universitas Ma Chung / 15 August 2023 / Published in Machung

30 Juni 2023

Malang, SERU.co.id – Penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, kini mulai merambah di bidang kesehatan. Jika sebelumnya untuk mendeteksi jenis penyakit harus menggunakan mikroskop dan peralatan lainnya dengan durasi waktu cukup lama. Kini cukup melalui citra foto, bisa terdeteksi cuma 5 detik untuk menentukan jenis penyakit yang diderita.

Dosen Universitas Ma ChungWindra Swastika SKom MT PhD mengatakan, dengan menggunakan citra foto AI, dirinya dapat mendeteksi jenis penyakit seseorang. Hal ini telah diujicobakan pada penyakit malaria dengan menggunakan citra foto sel darah merah dan diabetes retinopati dengan citra foto fundus pada retina.

“Untuk penggunaan AI pada penyakit malaria, progresnya sudah 100 persen, karena penelitian sejak 2021, tinggal mengembangkan ke smartphone. Kalau progres diabetes retinopati masih 70 persen, karena baru jalan bulan Mei kemarin setelah dapat dana hibah Kemendikbudristek,” seru Windra, sapaan akrab dosen Teknik Informatika Ma Chung ini.

Menurut Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Universitas Ma Chung ini, kelebihan menggunakan AI, di antaranya:
– Biaya yang dikeluarkan jauh lebih ekonomis tanpa biaya laboratorium. Sehingga cukup membantu masyarakat kecil/tak mampu.
– Di daerah terpencil yang minim tenaga paramedis, sangat terbantu dalam mendeteksi. Sehingga peran laboran atau paramedis lebih kecil, karena tergantikan oleh AI.
– Waktu yang dibutuhkan hanya 5 detik untuk mendapatkan hasil deteksi jenis penyakit.

“Jadi kelebihan menggunakan AI, jauh lebih efektif dan efisien. Rencana pengembangan ke depan, nantinya akan diintegrasikan melalui smartphone. Cukup men-scan citra foto, hasilnya langsung muncul di gawai,” tegas peraih Doktor Biomedical Engineering dari Universitas Chiba Jepang ini.

Deteksi penyakit malaria menggunakan AI

Windra mengatakan, endemi malaria merupakan jenis penyakit yang terjadi di daerah terpencil, seperti di NTT, Papua, dan lainnya. Untuk mendeteksi, harus dilakukan cek laboratorium untuk diambil sampel darahnya dan diteliti melalui mikroskop dengan pembesaran lebih 10 kali dalam beberapa menit. Metode seperti ini tentu sangat merepotkan, maka penggunaan AI menjadi salah satu solusinya.

Dirinya melakukan penelitian tersebut dengan melibatkan 3 mahasiswa sejak tahun 2021. Dimulai dari penelitian, publikasi di conference dan jurnal, hingga mendapatkan hak cipta untuk program pada tahun 2022. Saat ini pada tahun 2023, pihaknya akan menguji coba dan mengembangkan pada tahapan lebih lanjut ke smartphone hingga mendapatkan paten.

“Kami menggunakan 20.000 sampel data yang sebelumnya diuji secara klinis. Kemudian dibandingkan pengujiannya menggunakan AI melalui citra foto sel darah merah. Hasil akurasinya lebih dari 90 persen,” jelas bapak 3 anak ini, kepada SERU.co.id.

Menurutnya, AI di luaran memiliki beberapa kelebihan, namun sayangnya hanya memiliki salah satu kemampuan saja. Misalnya hanya untuk mengambil gambar, hanya mendeteksi, akurasi belum bagus, dan lainnya.

“Saya mencoba mengotak-atik dan menggabungkan semua kelebihan-kelebihan tersebut jadi. Tentunya ada modifikasi, parameter tuning, menggunakan coding atau prompt yang dibikin sendiri,” terang dosen yang mengabdikan diri di Universitas Ma Chung sejak Juli 2007 ini.

Saat ini dirinya sedang menyempurnakan program deteksi penyakit malaria terintegrasi pada smartphone, ditargetkan terwujud pada semester ganjil 2023. Sehingga harapannya dapat memberikan manfaat lebih luas kepada masyarakat.

“Saya berharap, dengan penelitian ini mampu memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Dengan terintegrasi melalui smartphone, maka penelitian saya dapat terhilirisasi. Tentunya dengan keterlibatan Kementerian Kesehatan atau pihak-pihak yang mampu mengakomodasi hilirisasi penelitian,” harapannya.

Deteksi penyakit diabetes retinopati menggunakan AI

Jika pada tahun 2021, Windra melakukan fokus  penelitian pada penyakit Malaria. Kini pada tahun 2023, Windra mencoba mengembangkan pada jenis penyakit Diabetes Retinopati (DR). Yaitu salah satu bentuk komplikasi diabetes melitus pada pembuluh darah retina mata hingga mengakibatkan kebutaan.

Kondisi ini dapat diderita oleh siapapun yang menderita diabetes tipe 1 maupun 2. Pada awalnya, retinopati diabetik seringkali hanya menunjukkan gejala ringan, atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun apabila tidak ditangani, retinopati diabetik dapat menyebabkan kebutaan.

“Pada penderita diabetes tipe 1 dan 2, ada peluang diabetes retinopati hingga 80 persen, apalagi tipe 3 dan 4. Jika tidak segera ditangani, resikonya akan mengalami kebutaan. Ironisnya, masyarakat kita kurang aware untuk segera berobat, sehingga kami mencoba mengembangkan penelitian ini sebagai upaya deteksi dini,” terang pakar medical imaging ini.

Secara teknis, penggunaan AI hampir sama, hanya saja bukan lagi ke sel darah merah pada malaria, namun pada retina mata. Dengan menggunakan citra foto pada fundus yang terletak di belakang retina mata. Sehingga hasil deteksi yang didapat, akan lebih singkat, efektif dan efisien, untuk segera dilakukan penanganan medis lebih lanjut.

“Sementara alat-alat tersebut hanya digunakan dokter mata di rumah sakit tertentu. Jadi kami harus menggandeng dokter mata atau tenaga ahli dalam pengembangan penelitian ini,” terangnya pria kelahiran Malang ini.

Senyampang hal itu, Universitas Ma Chung saat ini membuka jurusan baru yakni D3 Optometri pada tahun akademik 2023/2024 ini. Sehingga hal ini diharapkan mampu mendorong kolaborasi penelitian yang dilakukan oleh Windra, sekaligus masukan baru dalam kurikulum Optometri di Ma Chung nantinya.

“Kami baru dapat dana hibah bulan Mei kemarin, saat ini progresnya sudah 70 persen. Dan D3 Optometri akan dibuka tahun ini, jadi keduanya nantinya bisa dimaksimalkan,” tandasnya.

Apresiasi Prof Dr Murpin Josua Sembiring SE MSi

Rektor Universitas Ma Chung, Prof Dr Murpin Josua Sembiring SE MSi mengapresiasi capaian yang ditorehkan Windra Swastika SKom MT PhD. Diakuinya, Windra merupakan ahli artificial intelligence yang telah malang melintang di dunia penelitian bidang apapun.

Rektor yang memimpin Universitas Ma Chung periode 2019-2023 ini mencontohkan, penanganan kanker non bedah itu bukan hanya melibatkan ahli kanker. Namun juga harus ada ahli IT yang terlibat, salah satunya tembakan laser tanpa harus bedah.

“Kedalaman dari semua bidang keilmuan seperti pertanian, kesehatan, dan lainnya itu semua harus di backup oleh IT. Sehingga tercapai percepatan, efisiensi, resiko karena adanya kolaborasi. Ketika kolaborasi, mereka akan saling percaya, saling membantu, sehingga masyarakat jadi banyak tertolong kan, arah implementasinya harus ke sana,” tegas Prof Murpin, sapaannya.

Sementara penerapan yang dilakukan Windra dengan deteksi penyakit malaria dan diabetes retinopati, merupakan bentuk kepedulian dan keterlibatan pada bidang medis. Terlebih akan ada D3 Optometri, tentu harus ada kolaborasi para ahli yang dimiliki oleh Ma Chung untuk ikut mendukung pengembangan prodi baru tersebut.

Pendapat Dr Ir Stefanus Yufra Menahen Taneo, MS MSc

Rektor Universitas Ma Chung Terpilih periode 2023-2027, Dr Ir Stefanus Yufra Menahen Taneo MS MSc mengatakan, salah satu tugasnya ke depan dalam memimpin Ma Chung adalah hilirisasi penelitian. Dimana hilirisasi itu perlu mitra dengan menggunakan 2 skema dasar.

“Pertama, menggunakan skema dari pemerintah melalui platform Kedai Reka. Kedua, ada semacam platform untuk tawar-menawar antara dunia usaha dan dunia industri yang membutuhkan. Sementara perguruan tinggi sebagai pemilik kekayaan intelektual,” bebernya.

Secara teori, penelitian ada 3 ruang lingkup, yakni penelitian murni, penelitian terapan, dan penelitian pengembangan. Dari penelitian tersebut, kemudian dikembangkan menjadi prototipe yang menjadi contoh bagi dunia usaha dan dunia industri.

“Nantinya bisa dikembangkan menjadi scale up, jumlahnya diperbanyak, bisa diproduksi massal, nah disitu nilai ekonominya. Sehingga nilai manfaatnya menjadi lebih luas, seperti yang dilakukan Pak Windra untuk mengembangkan dalam smartphone,” ucap Yufra, sapaannya.

Disebutkannya, harus ada komitmen dari perguruan tinggi untuk mengembangkan menjadi aplikasi. Sementara komitmen dari dunia industri atau pemerintah adalah komitmen pembiayaan.

“Karena pembiayaan ini akan ada dua, satu dari dunia usaha dan dunia industri, kemudian bantuan pemerintah. Melalui pola pembiayaan seperti itu, maka hasil penelitian akan terdistribusi dan bermanfaat bagi banyak orang,” tandasnya. (rhd)

Gambar Gravatar

Redaksi 2

https://seru.co.id/122652-dosen-ma-chung-mampu-deteksi-malaria-dan-diabetes-retinopati-dengan-artificial-intelligence
https://seru.co.id/122652-dosen-ma-chung-mampu-deteksi-malaria-dan-diabetes-retinopati-dengan-artificial-intelligence

Pendaftaran Mahasiswa Baru Telah Dibuka  Segera Daftar Sekarang.

TOP