Hubungi Kami Di 0811 3610 414, atau kirimkan email ke: info@machung.ac.id. Terima Kasih!
Official Website Universitas Ma Chung.
T : (0341) 550 171
Email: info@machung.ac.id
Universitas Ma Chung
Villa Puncak Tidar N-01, 65151, Malang, IND
Dunia kesehatan mulai memasuki era Society 5.0. Hal ini ditunjukkan dengan penerapan telemedicine yang marak dilakukan sejak masa pandemi Covid-19. Menurut WHO, telemedicine adalah layanan perawatan kesehatan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media berkomunikasi. Praktik telemedicine tidak hanya berfokus pada konsultasi dengan dokter, tapi terdapat pelayanan medis lainnya. Misalnya, teleradiologi, tele-EKG, tele-USG, dan telefarmasi.
Farmasis (Apoteker) tentu berperan dalam dunia kesehatan di era Society 5.0. Peran farmasis, khususnya di bidang klinis, yang banyak dijumpai adalah dalam penyimpanan, distribusi, dan penyerahan obat kepada pasien. Peran tersebut banyak ditemui di rumah sakit dan apotek. Selain menangani tentang obat, farmasis juga mengatur persebaran alat kesehatan. Farmasis juga dapat melakukan konsultasi kesehatan secara tatap muka maupun dalam jaringan (telefarmasi). Peran-peran tersebut sudah menjadi jobdesc tetap seorang farmasis. Namun, era yang baru tentunya menuntut hal dan sikap yang baru.
Di era digitalisasi ini, farmasis diharapkan siap melayani pasien dimanapun pasien berada. Baik pertemuan secara virtual (telefarmasi), tatap muka di fasilitas Kesehatan/apotek, bahkan pelayanan di rumah pasien. Harapan tersebut melatarbelakangi seorang farmasis untuk memiliki kemampuan dalam 3 hal berikut.
Pergantian era dan tambahan tuntutan menyebabkan farmasis harus terus mengembangkan diri. Bila tidak mengikuti arus, peran farmasis mungkin akan tergerus. Tergerusnya peran farmasis bisa jadi ditandai dengan kesulitan menjangkau masyrakat dalam pelayanan kesehatan. Kesulitan ini muncul ketika farmasis tidak lagi relevan dengan masyarakat khususnya dalam teknologi. Untuk mencegah hal tersebut, penulis menyimpulkan beberapa sikap yang dapat diterapkan farmasis agar mampu menghadapi era Society 5.0. Berikut penjelasannya.
Pada masa kini, dunia farmasi sudah mulai terdigitalisasi. Di bidang akademis, buku-buku dan website yang memuat tentang obat sudah banyak ditemukan di internet. Aplikasi telefarmasi, pemesanan obat secara online, bahkan resep online bisa menjadi bukti bahwa era 5.0 sudah dimulai. Dapat disadari bahwa telah terjadi perubahan dari pelayanan kesehatan tatap muka dan berbasis barang fisik menjadi pelayanan dalam jaringan dan berbasis elektronik. Perubahan identik dengan penyesuaian diri agar tidak tereliminasi. Selaras dengan itu, farmasis diharapkan mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Adaptasi dapat diterapkan dengan mampu menggunakan teknologi (misalnya komputer, handphone, dan gawai lainnya) serta bersikap terbuka dan mau belajar mengenai teknologi di bidang farmasi.
Kolaborasi dapat dilakukan dengan sejawat bidang kesehatan bahkan bidang lainnya. Kolaborasi dengan sejawat bidang kesehatan dapat ditunjukkan dengan pelayanan di rumah sakit. Misalnya antara dokter dan farmasis dalam pelayanan resep online. Namun, Society 5.0 identik dengan teknologi sehingga kolaborasi farmasis dengan bidang teknologi diharapkan lebih banyak muncul. Hasil dari kolaborasi dapat berupa platform yang mengintegrasi seluruh informasi mengenai pelayanan kesehatan. Mulai dari informasi mengenai pasien, tenaga Kesehatan, fasilitas Kesehatan, bahkan obat-obatan. Selain itu, dapat juga diciptakan alat yang bisa memberikan intervensi medis dan terapi. Bahkan mungkin diciptakan alat untuk mengarahkan diagnosis dan memonitor keadaan pasien. Teknologi baru tersebut dapat muncul bila farmasis peka terhadap kebutuhan pasien masa kini dan membuka diri untuk berkolaborasi.
Selain beradaptasi dan berkolaborasi, mengembangkan diri juga perlu dilakukan oleh farmasis. Hal ini membantu untuk tetap relevan dengan dunia kesehatan yang terus berkembang. Ilmu-ilmu terbaru bisa didapatkan dari berbagai seminar, membaca berita aktual, ataupun diskusi dengan sejawat farmasis. Pembaruan pengetahuan sangat penting untuk menciptakan inovasi dan solusi. Selain mengembangkan hardskill (ilmu pengetahuan), softfkill juga perlu diasah. Melatih kemampuan berkomunikasi dan menyampaikan ide akan membantu farmasis Ketika berkolaborasi. Skill berpikir kritis juga mendukung farmasis dalam berinovasi.
Profesi farmasis sangat dinamis dan mengikuti perkembangan zaman agar tetap relevan dengan masyarakat. Adanya pergantian era menjadi Society 5.0 membuat farmasis dituntut untuk bersikap adaptif, kolaboratif, dan tidak stagnan. Sudah waktunya pula farmasis tidak hanya berfokus pada manajemen obat dan konsultasi kesehatan, tetapi juga perkembangan teknologi kefarmasian dengan tetap mengutamakan pasien. Digital health needs digital pharmacists.
Pendaftaran Mahasiswa Baru Telah Dibuka Segera Daftar Sekarang.