Hubungi Kami Di 0811 3610 414, atau kirimkan email ke: info@machung.ac.id. Terima Kasih!
Official Website Universitas Ma Chung.
T : (0341) 550 171
Email: info@machung.ac.id
Universitas Ma Chung
Villa Puncak Tidar N-01, 65151, Malang, IND
Editor: Agung Pamujo | Selasa 05-11-2024,17:06 WIB
WINA, DISWAYMALANG.ID—Boleh percaya atau tidak. Soal pemilihan kepala daerah (pilkada) juga dibahas para mahasiswa asing saat bertemu dengan dosen asal Indonesia, meski di tempat yang sangat jauh dari Kota Malang. Yakni, di Wina, Austria.
Para mahasiswa itu menyoroti pilkada yang dikaitkan dengan isu sampah dan lingkungan. “Mereka berharap, isu pertama yang dibahas dan ditindaklanjuti pemenang terpilih dalam pilkada adalah soal lingkungan. Karena walaupun infrastruktur dibangun sebaik-baiknya, tapi kalau pengelolaan lingkungannya tidak baik, tentu berdampak pada lingkungan sekitar, lingkungan sosial, khususnya bagi warga,” ungkap Yohanna Nirmalasari, dihubungi Disway Malang di Wina .
Yohanna Nirmalasari adalah dosen asal Indonesia yang saat ini sedang mendapat tugas mengajar di Wina. Di ibu kota Austria itu, wanita asli Malang berusia 32 tahun ini mengajarkan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), di dua tempat. Yakni, Universitas Wina dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Wina.
Sedangkan, mahasiswanya adalah mahasiswa Austria yang kebanyakan sudah tingkat master, bahkan doktor. Mereka yang ikut kelas Yohanna itu memang mempunyai minat terhadap Indonesia, antara lain terhadap bahasa dan budayanya. Salah satu mahasiswa, adalah mantan Duta Besar Austria untuk Indonesia.
Yohanna menuturkan, peserta kelasnya di Wina sangat antusias dalam mempelajari bahasa Indonesia dan juga budaya Indonesia. Para mahasiswa itu, menurut dia, sudah belajar banyak tentang bahasa Indonesia, serta beberapa hal tentang Indonesia. “Baru-baru ini kan bahasan di kelas saya soal ekologi politik di Indonesia. Di situlah mereka menyoroti masalah lingkungan di Indonesia, lalu dikaitkan dengan harapan kepada para pemimpin yang terpilih nanti,” jelas dosen yang bersama suami dan seorang putrinya, kini tinggal di Kota Batu itu.
Terhadap bahasa Indonesia sendiri, para mahasiwa meyatakan kagum, sekaligus menaruh harapan. Mereka kagum terhadap perkembangan bahasa Indonesia, sejak digaungkan sebagai bahasa persatuan Indonesia saat Kongres Pemuda tahun 1928, kini terus berkembang dan bermanfaat menjadi salah satu media sekaligus ikon persatuan bangsa Indonesia.
“Mereka juga berharap bahasa Indonesia ini semakin banyak dikenal orang, dan semakin banyak juga bangsa lain yang akhirnya belajar bahasa Indonesia,” ujar Yohanna lagi.
Seleksi Panjang
Antusias warga Austria dalam mengikuti kelas bahasa Indonesia membuat Yohanna yang harus menempuh jarak sekitar 11.123 kilometer dari Malang ke Wina, senang dan lega. Antusiasme itu bukan saja ditunjukkan dengan kesungguhan dalam belajar materi sebelum kelas dimulai. Tapi, juga keaktifan dalam diskusi selama kelas berlangung. Juga, kesungguhan mengerjakan tugas yang diberikan, dan kebiasaan datang tepat waktu.
“Harus saya katakan, mereka begitu sungguh-sungguh, Itu membuat saya ikut antusias, selain juga merasa lega,” tambahnya.
Yohanna memang pantas lega, dan juga bahagia. Bukan saja karena jauhnya jarak yang harus dia tempuh untuk program ini. Lebih dari itu, untuk menjadi salah satu pengajar BIPA, putri ketiga dari empat bersaudara dari ayah seorang militer ini, harus bekerja keras.
Dosen Universitas Ma Chung yang kini juga sedang menempuh studi tingkat doktoral di Universitas Negeri Malang untuk program Pendidikan Bahasa Indonesia ini, menceritakan, dia sudah mengikuti seleksi untuk menjadi pengajar BIPA sejak tahun 2016. Setelah dinyatakan diterima sebagai calon pengajar BIPA, Yohanna harus mengikuti pembekalan dari Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa (Pustanda) Kemendikbudristek (waktu itu).
Tahun 2017, Yohanna menerima tugas pertamanya sebagai pengajar BIPA dengan mendapat tugas ke Timor Leste berlanjut tahun 2019, dia mendapat tugas ke Tiongkok di Yunnan Minzu University, di Kunming.
Tahun 2022, Yohanna mendapat tugas mengajar BIPA kembali di Austria. Namun, saat itu masih secara online atau daring. “Saat itu mengajarnya malam. Karena masalah perbedaan waktu. Di sana pagi, di sini malam,” katanya.
Setelah mengajar untuk BIPA di Austria, Yohanna mendapat tugas mengajar di Filipina masih secara daring mulai April 2024. Lalu, tiba-tiba ada perubahan tempat, Yohanna diminta mengajar di Austria, secara luring. Dia pun berangkat ke negeri kelahiran banyak komposer musik top dunia itu, per 21 Oktober 2024 lalu.
Terkait dengan penyiapan materi, dari awal Yohanna sudah mendapat informasi bahwa yang akan ikut kelasnya nanti bukan sekadar mahasiswa biasa. Namun, mereka kebanyakan mahasiswa tingkat magister, bahkan tingkat doktoral. Antara lain, mereka adalah dosen dan juga peneliti yang memiliki minat terhadap bahasa dan budaya Indonesia.
Karena itu, Yohanna pun mempersiapkan materi pembahasan yang disesuaikan dengan peserta kelasnya. Termasuk, materi soal budaya, di samping soal sejarah dan ekologi politik yang sudah dibahas. “Kami juga akan membuka kelas budaya, untuk tari, angklung, dan bernyanyi,” kata Yohanna yang di Wina tinggal di apartemen milik orang Indonesia di sana.
Pada bagian akhir keterangannya, Yohanna juga menyatakan terima kasih kepada Pustanda Kemendikbudristek. Juga kepada Universitas Ma Chung yang mendukungnya selama ini.
Dia juga meminta kepada para mahasiswa Ma Chung untuk selalu yakin dalam meraih prestasi tinggi, sambil diiringi dengan doa dan kerja keras. “Percaya saja pada Tuhan,” pesannya. (*)
Link berita asli di sini.
Pendaftaran Mahasiswa Baru Telah Dibuka Segera Daftar Sekarang.