Hubungi Kami Di 0811 3610 414, atau kirimkan email ke: [email protected]. Terima Kasih!
Official Website Universitas Ma Chung.
T : (0341) 550 171
Email: [email protected]
Universitas Ma Chung
Villa Puncak Tidar N-01, 65151, Malang, IND
Permasalahan sampah makanan merupakan isu serius di Indonesia yang masih belum banyak diperbincangkan, didata, diriset, dan didiskusikan solusinya. Indonesia juga belum memiliki kebijakan, peraturan atau perundang-undangan yang dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk upaya-upaya pengurangan sampah makanan yang efektif dan berdampak. IN2FOOD (INterdisciplinary Approach Towards Fostering Collaborative INnovation in FOOD Waste Management), capacity building project untuk meningkatkan kemampuan universitas di Indonesia dalam menangani masalah limbah makanan di Indonesia melalui pendidikan dan penelitian yang mendorong inovasi interdisipliner dan kolaboratif. Dan ini sudah merupakan tahun ke-dua dari project ini. Salah satu upaya untuk merangkul/menjangkau (engage) stakeholder yang memiliki visi yang sama, Universitas Ma Chung sebagai bagian dari konsorsium bersama partner In2food, Garda Pangan mengadakan event Stakeholder Meeting “On the Policy Brief to Combat Foodwaste”.
Kegiatan ini berlangsung di Universitas Ma Chung untuk membahas kajian dan rekomendasi yang secara spesifik berisikan berbagai masukan jenis kebijakan menyangkut sampah makanan beserta konsekuensinya; riset, best practices, dan kajian hukum yang telah diterapkan di negara lain; serta analis mendalam dan rekomendasi penerapannya di Indonesia.
Disambut oleh Bapak Dr. Ir. Stefanus Yufra M. Taneo. MS., M.Sc. Wakil Rektor III yang menjelaskan“ Ma Chung yang mengusulkan perlu adanya policy brief untuk limbah makanan yang lebih spesifik dan hal tersebut mendapat tanggapan baik oleh Ibu Eva dari garda pangan yang ternyata sudah memiliki draft policy brief dan dalam acara ini menjadi bahan untuk dilakukan pembahasan tentang standar pelabelan, proteksi hukum dan penerapan insentif pajak. Policy Brief karena sifatnya mendesak, karena kalau ke pemerintah pusat hanya berupa artikel, makalah maka tidak akan menjadi pusat perhatian dan yang menjadi pusat perhatian pemerintah adalah sampah secara umum seperti sampah plastik, itu juga hal penting dan yang kami harapkan adalah spesifikasi khusus untuk limbah pangan yang sebenarnya bisa dipergunakan lagi, contohnya ampas kopi bisa untuk makanan ternak, untuk tanaman, selain itu, kulit salak bisa dijadikan teh dll, di Indonesia belum ada aturan hukumnya.”
Bermula dari inisiatif Eva Bachtiar yang juga merupakan Founder dan CEO dari Garda Pangan yang telah melaksanaan telaah menyeluruh dan rekomendasi personal beliau selaku praktisi dan pemerhati isu sampah makanan telah menyusun sebuah draft kajian dan policy brief mengenai permasalahan tersebut. Dengan adanya workshop ini semua pihak berharap untuk dapat melaksanakan diskusi dalam bentuk FGD (Focus Group Discussion) dengan mengundang pemangku kepentingan baik masyarakat, pemerintah hingga akademik terkait untuk dapat membahas lebih lanjut mengenai kajian dan policy brief tersebut. Topik Diskusi untuk Sesi Focus Group Discussion, yaitu Liability Protection (Proteksi Hukum), penerapan insentif pajak untuk donasi makanan dan standardisasi sistem pelabelan tanggal produk pangan.
Selain Eva Bachtiar, Juga hadir Dr. Johanna Renny Octavia selaku Koordinator Utama IN2FOOD Project sebagai narasumber. “Kesadaran masyarakat masih sangat kecil mengenai Food Waste, di Indonesia sendiri kebijakan mengenai food waste tidak jelas dan dampaknya Indonesia menjadi negara dengan produksi sampah makanan terbanyak di Asia Tenggara menurut laporan dari United Nations Environment Programme (UNEP) yang bertajuk Food Waste Index 2021. Total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton tiap tahunnya.” Ujar Johanna
Dihadiri pula oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Malang Dr. Agung Purwanto, M.Si yang menyampaikan pula bahwa “Indonesia termasuk juara dua membuang makanan. Di sisi yang lain banyak sekali masyarakat kita yang tidak bisa makan. Tanggal 9 & 10 Desember salah Satu surat kabar menjelaskan 68% populasi Indonesia tidak bisa membeli makanan bergizi termasuk provinsi NTT dan Maluku Utara. Tantangan terbesar bagi kita semua karena kalau berdampak pada anak-anak dengan meningkatnya stanting”.
Diskusi mengenai expired date dimulai dengan pendapat Eva yang menjelaskan “Kondisi di Indonesia saat ini tidak sinkron mengenai best before dan expired, Expired date berarti tanggal batas maksimal produk aman dikonsumsi, terkait keamanan pangan. Best Before berarti konsumsi sebaiknya dilakukan sebelum waktu yang tercantum pada kemasan. Hal ini berkaitan dengan penurunan mutu atau kualitas, perubahan rasa atau atribut sensori lainnya (warna, aroma, tekstur), ada konsekuensi berbeda di balik penggunaan produk pangan melewati kedua masa tersebut. Produk pangan yang sudah melampaui tanggal best before, sebenarnya masih bisa dikonsumsi, tetapi kualitas atau mutu produknya sudah berkurang. Ketentuan label pangan harus ada kedaluarsa dan pangan yang sudah kedaluarsa tidak boleh diedarkan (dalam rangka penyaluran ke masyarakat tidak boleh mendonasikan makanan yang sudah kedaluarsa), sebaiknya diatas best before diperbolehkan disortir ke food bank dan diperlukan regulasi supaya konsisten”.
Sedangkan dari sisi pajak, Eva menjelaskan “Donasi makanan kami harapkan masuk di dalam sektor insentif pajak, di Indonesia sendiri belum ada khusus untuk Donasi Makanan atau bisa juga dimasukkan ke dalam Yayasan Lingkungan Hidup karena food bank termasuk yayasan lingkungan hidup, kalau di Amerika 15% insentif pajak untuk makanan, Columbia 25%. Kami merekomendasikan Kl yang bernutrisi lebih tinggi insentif pajak lebih tinggi kalau bisa dan diindonesia belum diatur.”
Dari sisi perlindungan hukum, “aturan di perancis semua supermarket diatas 400m² haram hukumnya membuang makanan Kalau ketahuan dendanya milyaran, dan kebijakan inovatif yang kita tunggu dari pemerintah. Belum ada satupun regulasi tentang donasi makanan, perpajakan perlabelan dll. Garda pangan pada akhirnya membuat MoU agar perusahaan mau mendonasikan makanannya dan mereka percaya bahwa begitu sudah didonasikan ke garda pangan tanggungan ada di garda pangan sedangkan seharusnya proteksi hukum dari negara”. tutur Eva
Diharapkan hasil diskusi dapat memberikan masukan ataupun perbaikan untuk Draft Policy Brief yang telah ada. Selanjutnya Policy Brief yang lebih matang tersebut akan disampaikan kepada Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat untuk menjadi salah satu masukan dalam pembuatan kebijakan, peraturan, atau perundang-undangan tentang atau terkait limbah makanan untuk dapat diterapkan di masyarakat.
Malang/ Desember
Tere
Humas & Protokoler
081231638730
Pendaftaran Mahasiswa Baru Telah Dibuka Segera Daftar Sekarang.