CARA MENDAFTAR

1 Kunjungi pmb.machung.ac.id.
2 Lengkapi Data.
3 Tunggu Email Konfirmasi

Hubungi Kami Di 0811 3610 414, atau kirimkan email ke: [email protected]. Terima Kasih!

Jadwal Buka ADMISI UMC

Senin-Jumat 8:00AM - 5:00PM

Critical Thinking Diuji Chat GPT Di Program Studi Sastra Inggris Universitas Ma Chung

by Humas Universitas Ma Chung / 3 March 2023 / Published in Machung

Universitas Ma Chung mengadakan studium generale dengan tema artificial intelligence & critical thinking. Kegiatan ini berlangsung di gedung RnD Universitas Ma Chung dan dihadiri oleh seluruh mahasiswa Fakultas Bahasa Dan Seni, Program Studi sastra inggris. Acara ini di buka oleh KaProdi Sastra Inggris Wawan Eko Yulianto, Ph.D. yang menjelaskan “acara ini merupakan studium generale dari sastra inggris dan mahasiswa perlu tau isu yang sedang berkembang saat ini untuk membekali mahasiswa dengan current issue artificial intelligence”.

Pembicara, Windra Swastika, Ph.d, Dosen Teknik Informatika Universitas Ma Chung

Kecerdasan Buatan (AI) adalah bidang ilmu komputer yang dikhususkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola. Kecerdasan Buatan, sering disingkat sebagai “AI”, mungkin berkonotasi dengan robotika atau adegan futuristik, Kecerdasan Buatan (AI) mengungguli robot fiksi ilmiah, ke dalam non-fiksi ilmu komputer canggih modern.

Menurut pembicara, Windra Swastika, Ph.d, Dosen Teknik Informatika Universitas Ma Chung, “Chat GPT adalah platform Language Model (model bahasa). Secara konsep, Language Model sendiri merupakan mesin pembelajaran yang dapat menyajikan prediksi kata selanjutnya dengan menganalisis teks dalam sebuah data. Prediksi itu menjadi respons atau output dari perintah teks yang diinput pengguna pada Language Model.”  Kemampuan Chat-GPT yang berdampak pada peran mahasiswa ialah dalam memfasilitasi mahasiswa untuk mempersiapkan diri saat proses ujian tengah semester (UTS) atau ujian akhir semester (UAS). Selain itu, Chat-GPT pun dapat membantu dalam menyelesaikan tugas berupa tulisan esai sampai dengan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi.

Dosen dan Mahasiswa Menghadiri Acara Kuliah Umum

Namun, kehadiran Chat-GPT dengan kemampuannya yang tinggi dalam mengolah informasi seperti dua sisi mata pisau. Chat-GPT dapat membantu penyelesaian tugas di dunia pendidikan perguruan tinggi, tetapi ia berpotensi merusak sistem pendidikan yang telah dibangun sejak lama jika tidak digunakan secara bijak oleh sivitas akademika. Misalnya, penggunaan Chat-GPT dapat meniadakan interaksi dosen-mahasiswa yang sangat dibutuhkan dalam membentuk budaya akademik, transfer pengetahuan, pengalaman, motivasi, dan empati yang tidak dapat dilakukan Chat-GPT.

Menurut pembicara, Antono Wahyudi, SS (koordinator mata kuliah umum, pendidikan Karakter dan kepemimpinan) Universitas Ma Chung  “untuk itu, pemahaman Chat-GPT perlu dikorelasikan dengan critical thinking agar mahasiswa mampu memiliki konstruksi pemikiran mengenai Chat-GPT yang berbasis artificial intelligence. Mengasah critical thinking dapat dilakukan dengan sistem pembelajaran yang bersifat HOTS (High Order Thinking Skills) yang juga berpengaruh pada kemampuan berpikir kreatif dan analitis.”

Pembicara, Antono Wahyudi, SS (koordinator mata kuliah umum, pendidikan Karakter dan kepemimpinan) Universitas Ma Chung

Jika dosen menanamkan pembelajaran bersifat hafalan dan minim kontekstualitas, maka terjadilah proses pelemahan berpikir kritis. Terlebih lagi dengan bantuan Artificial Intelligence (AI) bernama Chat GPT. Teknologi ini mampu menjawab pertanyaan dan permintaan pengguna lewat teks. Chat GPT  jadi pendamping yang dapat melakukan pekerjaan yang biasanya hanya dilakukan oleh manusia seperti mengatur strategi dan membuat keputusan. Misal, dalam Program Studi Sastra Inggris, mahasiswa diminta membuat puisi bertemakan negara.  Mereka yang terbiasa dengan internet akan mengakses mesin pencari seperti google untuk menemukan jutaan contoh puisi sebagai referensi.

Namun, uniknya Chat GPT lebih dari sekadar mesin pencari. Mahasiswa bahkan bisa meminta jawaban yang bersifat personal dan spesifik mulai dari jumlah kata, penggunaan bahasa, hingga bentuk emosi dalam puisi. Dosen yang abai dengan pembelajaran bersifat kontekstual akan membuat mahasiswa mempertanyakan kembali relevansi materi perkuliahan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Jika kadar relevansi itu tipis, maka berbagai jalan pintas akan dilakukan, termasuk memanfaatkan Chat GPT untuk membuat tugas yang ala kadarnya. Di sinilah critical thinking manusia diuji dan berdampak banyak.

Tantangan ini kemudian melahirkan tantangan pada produk tanpa kontrol kualitas, meski bukan masalah bagi dosen yang berorientasi kuantitas. Ini lah perkara utamanya. Teknologi Chat GPT bukan secara tiba-tiba mereduksi kemampuan berpikir kritis manusia. Ada peran dosen yang harus muncul untuk merancang pembelajaran kontekstual, sekalipun harus memanfaatkan Chat GPT.

Tabita Teresia Kubella

Humas & Protokoler

081.231.638.730

Pendaftaran Mahasiswa Baru Telah Dibuka  Segera Daftar Sekarang.

TOP